Manga “Attack On Titan” di Mata Para Pembaca: Sebuah Studi Etetika Resepsi

 Shinzou Wo Sasageyo!


Slogan di atas pasti sudah tak asing lagi di mata para pembaca manga “Attack on Titan”. Slogan yang memiliki arti “dedikasikan hatimu” tersebut memiliki makna dan esensi tersendiri dalam serial manga ini. Pasalnya, Shinzou wo Sasageyo menjadi slogan yang menandakan adegan pertempuran yang melibatkan pengorbanan para tokohnya. Slogan ini diucapkan untuk membangkitkan rasa nasionalisme para tokoh “Attack On Titan” dalam memperjuangkan nasib umat manusia. Tak jarang, pembaca pun turut merasakan euforia “shinzou wo sasageyo” seolah berada di dalam cerita.

“Attack on Titan” merupakan manga yang ditulis oleh Hajime Isayama dan terbit pertama kali pada tahun 2009. “Attack on Titan” sendiri berarti “Raksasa Penyerang” yang merupakan tokoh utama dalam manga ini. Latar belakang “Attack On Titan” berada di sebuah wilayah yang dikeliling tiga lapis tembok raksasa untuk melindungi mereka dari serangan para raksasa di luar tembok. Raksasa-raksasa di luar tembok tersebut memakan manusia sehingga manusia harus berlindung. Hingga 100 tahun berdiri, tidak ada satu raksasa pun yang bisa menghancurkan tembok tersebut. Masyarakat percaya bahwa tempat paling aman adalah berada di dalam tembok karena mustahil ada raksasa yang menembusnya. Naasnya, pada suatu hari tembok ditembus oleh dua raksasa yaitu Titan Kolosal dan Titan Armor dan membuat raksasa biasa (yang umumnya tidak berakal dan hanya berhasrat memakan manusia) masuk ke salah satu distrik dan menewaskan ribuan manusia.

Manga “Attack on Titan” tidak hanya menceritakan mengenai manusia membasmi para raksasa yang menyerang dinding. Penulis sekaligus illustrator manganya, Hajime Isayama memberikan banyak pandangan baru mengenai manga ini. Di antaranya intrik pemerintah, rahasia dan asal muasal umat manusia berada di dalam dinding, hingga pembalasan dendam yang tidak berujung. Rupanya, kejadian awal manga ini hanyalah sebuah awal dari pertempuran yang sebenarnya.

Sejak perilisannya, manga “Attack on Titan” mendapatkan sambutan hangat dari para pembaca. Penggemar serial manga ini tidak hanya dari negara asalnya yaitu Jepang. Lebih dari itu, “Attack on Titan” telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan berbagai bahasa di belahan dunia, tak terkecuali Indonesia. Di Indonesia sendiri banyak terdapat perkumpulan-perkumpulan fans “Attack on Titan”. Di media sosial Twitter sendiri terdapat base para fans untuk sekadar berkomunikasi dan menyebarkan informasi.

Manga “Attack on Titan” rilis setiap awal bulan. Hingga saat ini, manga “Attack on Titan”telah mencapai babak 136. Euforia manga ini semakin melonjak karena babak ke 136 akan menjadi empat babak terakhir menuju ending. Manga ini rencananya akan berakhir pada babak ke 139 atau bulan April mendatang.

Pada tahun 2013, manga “Attack on Titan” diadaptasi menjadi anime musim pertama yang tayang setiap minggu. Musim selanjutnya tayang pada tahun 2017, musim ketiga bagian pertama 2018, musim ketiga bagian kedua 2019, dan musim terakhir tayang pada tahun 2020 hingga saat ini. Penayangan anime “Attack on Titan” lantas menjadi pembicaraan hangat para pembaca manga, terutama para fans. Mengingat ini adalah musim terakhir dari serial “Attack on Titan”, tentu banyak adegan-adegan heroik yang tak sabar segera dianimasikan. Penggemar pun tak sabar menantikan akhir dari polemik balas dendam dari pihak-pihak yang berperang.

Terlihat dari banyaknya antusias para penggemar mengenai manga ini, lalu sebenarnya bagimana pandangan dan penilaian para pembaca manga terhadap cerita?

Dari segi plot, kita mungkin mengira bahwa manga ini akan membahas pertempuran manusia dengan raksasa, terutama asal-usulnya. Manusia dalam dinding yang diceritakan dalam manga memiliki ambisi untuk melihat dunia luar dan menjelajahi alam luas. Namun, apakah rencana itu berjalan mulus? Apakah musuh mereka hanyalah para raksasa yang memangsa manusia? Sayangnya tidak.

Pada babak-babak pertengahan, pembaca disuguhi oleh fakta bahwa meskipun para manusia telah berhasil keluar tembok dan mencapai laut, mereka masih harus melawan musuh yang ada di seberang, yaitu manusia. Pada hari itu, manusia dalam manga maupun pembaca memahami, bahwa sebetulnya mereka yang terjebak di dalam dinding tanpa informasi dianggap sebagai musuh umat manusia di seberang. Hal ini juga menjelaskan alasan dibalik hancurnya dinding terluar oleh Titan Kolosal dan Titan Armor.

Fakta mengejutkan lain yang didapat adalah kenyataan bahwa manusia di dalam dinding adalah keturunan Titan pertama yang menjajah umat manusia di seberang selama 2000 tahun. Kekuatan Titan itu didapat dari sebuah perjanjian seorang budak bernama Ymir dengan iblis. Selama itu, mereka yang disebut bangsa Eldia menindas bangsa lain menggunakan kekuatan Titan. Kemudian 100 tahun sebelum kisah ini dimulai, bangsa Marley berhasil mengalahkan bangsa Eldia yang membuat bangsa itu kabur ke sebuah pulau dan mengurung rakyatnya di dalam dinding tanpa akses ke luar. Sedang di luar sana, ada bangsa Eldia yang tertinggal di negara Marley dan menerima diskriminasi yang parah.

Dari sini para pembaca mulai terbagi-bagi ke dalam pemahaman yang berbeda. Ada pembaca yang memandang semua kejahatan dimulai oleh raja bangsa Eldia yang menjajah, ada yang menganggap semua dimulai dari keserakahan bangsa Marley yang mengusik kehidupan di pulau tersebut, ada pula yang berlaku netral. Belum lagi konflik bangsa Eldia yang dikurung dan didiskriminasi di benua Marley. Lalu mengapa para pembaca memiliki perspektif berbeda dalam menentukan peran antagonis?

Pasalnya, dalam manga ini, penulisnya sendiri tidak menjelaskan siapa peran antagonis dan protagonis dalam cerita. Setiap elemen dari tindakan manusia memiliki alasannya masing-masing. Bahkan untuk menentukan siapa manusia yang baik dan yang jahat pun sulit apabila dilihat dari satu sisi. Apalagi, manusia-manusia tersebut digambarkan memiliki dosanya sendiri. Mereka memiliki pandangannya sendiri untuk bertahan hidup dan memperjuangkan kebebasan.

Memangnya.. ap aitu kebebasan? Sebuah kata yang sulit untuk diwujudkan di bumi karena masih harus terikat oleh aturan-aturan dan manusia lainnya.

Batas antara kebaikan dan keburukan dalam manga ini nampaknya sangat abu-abu. Penulis ingin menggambarkan bahwa di dunia yang kejam ini, tidak ada yang hitam dan tidak ada yang putih. Semua memiliki sudut pandang dan alasan yang jelas. Bahkan motif untuk melakukan tindakan keji pun didasari atas alasan kemanusiaan dan bertahan hidup. Sampai di sini, pembaca diberikan kebebasan untuk memilih sudut pandang yang diyakini, tentu dengan mempertimbangkan fakta-fakta yang telah diungkapkan dalam manga.

“Attack on Titan” memberikan gambaran tentang bagaimana kehidupan ini terjadi. Manga ini tidak memandang dunia sebagai dunia yang romantis, melainkan dunia yang keji dan penuh intrik. Bagi para pembaca, “Attack on Titan” adalah manga yang penuh strategi terutama kejahatan-kejahatan yang terstruktur. Manga ini memuat konsep-konsep sarkastik tentang kehidupan, yang mungkin saja benar-benar nyata di kehidupan. Tidak ada yang hitam dan tidak ada yang putih, semua pihak memiliki warna yang berbeda demi kepentingannya. Kurang lebih begitulah konsep yang diamini para pembaca.

Selebihnya, “Attack on Titan” merupakan karya yang cerdas karena tidak hanya memiliki plot yang kompleks, tetapi juga menghadirkan tokoh-tokoh yang berkembang sesuai dengan latar belakang kehidupannya. Tokoh-tokoh dalam manga memiliki kekuatan tersendiri dalam memikat penggemar. Kembali lagi pada pernyataan tidak ada tokoh yang jahat dan baik secara hitam dan putih, penggemar juga memiliki alasan tersendiri menyukai tokoh-tokoh yang mungkin dianggap jahat oleh pembaca lain.

Perkembangan karakter yang paling terlihat adalah perkembangan tokoh utama, yaitu Eren Jaeger. Eren diceritakan mengalami masalalu yang buruk karena menyaksikan ibunya dimakan oleh raksasa biasa saat dinding di daerahnya ditembus oleh Titan Kolosal. Ia memiliki tekad yang kuat untuk menghabisi para raksasa, namun Ketika menyadari bahwa musuhnya bukanlah raksasa, ia harus menyadarkan diri bahwa di luar sana, seluruh dunia membenci tanah kelahirannya. Pada babak ke 100an, Eren Jaeger bertransormasi menjadi sosok Villain atau musuh seluruh dunia. Tetapi terkait dengan konsep yang dihadirkan manga ini, kejahatannya pun didasari kesimpulan bahwa “tidak ada jalan lain” yang membuat kejahatannya masuk akal.

Hal ini nampaknya membuat para pembaca dilema. Betulkan Eren Jaeger merupakan musuh, atau justru ia adalah korban? Pertanyaan ini hanya dapat djawab melalui sudut pandang pembaca. Pembaca memiliki pilihan untuk menentukan sudut pandang yang dianutnya. Baik mengambil sudut pandang tanah kelahiran Eren Jaeger di dalam dinding, bangsa Eldia yang terdiskriminasi di benua Marley, atau bangsa Marley sendiri. Dilema ini membawa para pembaca, lagi-lagi merasa bahwa manga ini tidak perlu dinilai hitam atau putihnya. Karena sesungguhnya begitulah sistem baik dan buruk terjadi.

“Attack on Titan” adalah manga yang hanya bisa dinilai dari segi sudut pandang. Pembaca bisa mengungkapkan kebenaran yang dianutnya, namun harus tetap bisa menerima kepercayaan orang lain yang mungkin saja bertolak dari argumennya terkait manga ini. Ada banyak sekali nilai-nilai kehidupan yang bisa diambil dari manga ini, namun yang mana yang ingin pembaca ambil adalah keputusan dan kesadarannya sendiri. Lebih jauh, manga “Attack on Titan” merupakan karya fiksi yang menghibur, ada baiknya pembaca memahami bahwa apa yang dihadirkan dalam manga ini sebaiknya dinikmati sebagai karya sastra bergambar.

“Attack on Titan” masih terus berlanjut menuju ending. Masih terlalu dini untuk memutuskan siapa yang seharusnya disalahkan di saat-saat seperti ini. Sebagai pembaca, kita hanya bisa menunggu tanggal rilis dan membacanya. Selebihnya, persepsi mengenai manga ini ada di tangan kita sendiri.



Lampung, 19 Januari 2020

Komentar